Sunday, 10 August 2008

"Things Fall Apart", by Chinua Achebe

Akhir minggu yang sibuk.

Tapi pada kondisi normal, biasanya rutinitas akhir minggu gw --selain pergi jalan-jalan bersama sobats-- adalah : baca, internet-an (tapi jarang-jarang, karena kompie rumah banyak yang make), bantuin orang rumah, dan ... bermain sepuasnya bersama
Kiky! Hehehe...

Keponakan gw --yang baru aja berumur 1 tahun itu-- sedang masa-masanya tertarik dengan berbagai macam hal. Kita lagi makan sesuatu, dia pengen nyicipin. Kita lagi megang gadget, dia pengen megang juga.. plus dicoba untuk dibanting, *healahhh* mungkin dia pengen nge-test tingkat durability-nya kali ya. Heuheu...

Nah yang lucu itu, pas kita lagi baca sesuatu, dia pengen ikut baca juga. Kadang-kadang gw bacain juga ceritanya, dengan catatan : kalo bacaannya "aman-buat-anak-anak". Lucuuu, kayanya dia suka dengerin orang baca dan serius banget pas ngedengerin.

Kebetulan kemarin gw sedang megang novel. Kayanya dia penasaran sama apa yang gw baca, dengan spontan dia ngedeketin gw, terus bolak-balikin halaman novel yang lagi gw baca itu. Mana warna sampulnya oranye gitu, lagi. Tambah eye-catchy aja bagi dia. Refleks gw bacain dong isinya...

"Okonkwo seorang pria yang sepanjang hidupnya takut dianggap lemah. Dia terobsesi menjadi pria sejati, pria yang kaya, kuat, dan dihormati. Menurutnya, dia telah melakukan segala yang harus diperbuatnya, termasuk membunuh... anak asuhnya... dan...

hmmm..."

...

"Wahhh ceritanya ngga lucu Ky. Ngga lucu nih. Nanti Tante ceritain yang laen aja yaa..."

Ibu-nya Kiky : "Hahaha! Ya iyalah Jeng, judulnya aja udah kaya gitu..."

Hehehe, ini dia novelnya :

"Things Fall Apart" (1958), oleh Chinua Achebe
Terjemahan Indonesia : Terbitan Hikmah (2007).

sumber gambar :
http://en.wikipedia.org/wiki/Things_Fall_Apart


Pertama kali yang membuat gw tertarik dengan novel ini adalah cap "One of TIME's Best 100 Novels" di sampulnya. Yup, I DO judge the book by it's cover!

Novel ini dibuka dengan puisi karya W. B. Yeats, "the Second Coming" (1921), yang menginspirasi judul novel tersebut:

"Turning and turning in the widening gyre,
The falcon cannot hear the falconer;
Things fall apart; the center cannot hold;
Mere anarchy is loosed upon the world."

(tadinya mau gw tulis terjemahan yang ada di buku, tapi kok rada aneh ya..)
Bersetting di Afrika Barat (Nigeria), novel ini mengisahkan tentang kehidupan Okonkwo, seorang tokoh yang keras, hebat, berkuasa, dan dihormati di klannya. Namun saat misionaris Kristen mulai merambah benua Afrika, tradisi dan budaya kaum Ibo mulai tercabut dari akarnya. Tampuk kepemimpinan mulai terlucuti, dan keluarga Okonkwo pun terkena imbasnya. Di sinilah Okonkwo merasa perlu untuk membuktikan kekuatannya, berperang untuk melawan penindasan terselubung itu dan menjadikan dirinya sebagai pria sejati, orang terhebat di klannya. (Achebe, 1958)

Di novel ini kita dapat mengetahui kayanya tradisi dan budaya Afrika. Okonkwo sebagai seorang yang kuat memegang tradisi, dikisahkan tega membunuh anak asuhnya karena takut dianggap lemah oleh kaumnya. Dikisahkan pula beberapa tradisi Ibo yang terbilang kejam, salah satunya adalah tradisi membuang anak kembar ke hutan karena dianggap bad luck. Ada pula tradisi untuk memutilasi bayi yang dianggap ogbanje* agar lingkaran kejahatannya terputus.

Dua pertiga bagian pertama buku mengisahkan sejarah dan kehidupan Okonkwo bersama kaum Ibo. Kekayaan tradisi dan budaya kaum Ibo terasa kuat melingkupi alur cerita. Namun alur klimaks baru terasa saat buku sudahmencapai Bab 13. Pada bab ini Okonkwo dihukum oleh kaumnya (klan Umuofia) karena melakukan kesalahan fatal, dengan konsekuensi diasingkan selama 7 tahun ke desa ibunya (klan Mbanta). Selama 7 tahun itu, misionaris Kristen dari Barat mulai mendatangi benua Afrika, termasuk ke desa Mbanta dan Umuofia. Begitu Okonkwo pulang ke Umuofia setelah 7 tahun dalam pengasingan, dia terkejut melihat banyaknya perubahan yang terjadi di desanya. Saat inilah Okonkwo berusaha untuk membuktikan kembali dirinya sebagai salah satu lelaki terkuat di klan Umuofia, dengan menentang pembaharuan tersebut. Ngga bermaksud spoiler, tapi akhirnya tragis. Kalo gw disuruh ngasi moral ceritanya, bingung juga gw ... Dilematik. Ini mirip-mirip sama tugas akhir gw.

Mau milih mana : mempertahankan kebudayaan yang sudah tidak up-to-date dengan perkembangan zaman ATAU membiarkan kebudayaan lama melebur dengan kebudayaan baru, dengan konsekuensi menghilangnya serta terlupakannya budaya nenek moyang? Atau singkatnya, pelestarian kekayaan budaya yang sudah tidak sesuai dengan masa kini ATAU modernisasi budaya agar tidak tertinggal oleh zaman?

Novel "Things Falling Apart" karya Chinua Achebe merupakan salah satu novel Afrika pertama yang ditulis dengan bahasa Inggris untuk mendapatkan opini publik secara global dan mendunia (Wikipedia, 2008).

Menurut beberapa sumber, Chinua Achebe menulis buku ini untuk meralat buku-buku Barat terdahulu yang menuturkan Afrika sebagai bangsa terbelakang, serta mengkritik kolonialisasi bangsa Barat yang merusak tradisi dan budaya bangsa Afrika. Namun, banyak sumber pula yang menyatakan bahwa Achebe menulis buku ini saat usianya 20 tahunan dengan situasi dan kondisi di mana Afrika masih "berantakan" akibat kolonialisasi tersebut. Sejak tahun 1960-an, dapat dikatakan bahwa Afrika telah banyak berubah, dan saat ini budaya Barat serta Afrika sudah dapat berjalan bersama. Buku kedua Achebe, "No Longer at Ease" (1960) --yang belum gw baca-- dikatakan merupakan "ralat" Achebe mengenai perkembangan situasi Afrika yang lebih relevan pada saat ini.

Ada satu kutipan yang gw suka dari novel ini :

"Do not despair. I know that you will not despair. You have a manly and a proud heart. A proud heart can survive a general failure because sucha failure does not prick its pride. It is more difficult and more bitter when a man fails alone."
-- Chinua Achebe

"Jangan putus asa, aku tahu kau tidak akan putus asa. Kau punya jiwa yang besar dan berani. Jiwa yang besar akan selamat dari kegagalan karena kegagalan itu tidak menusuk harga dirinya. Akan lebih sulit dan lebih pahit ketika seorang lelaki jatuh karena dirinya sendiri." -- ucapan Unoka (ayah Okonkwo) kepada Okonkwo, saat kaum Ibo sedang mengalami bulan panen yang mengerikan dan penuh keputusasaan.

Secara garis besar, novel ini menarik dan sangat layak baca untuk memperkaya pengetahuan mengenai sudut pandang, sejarah, dan budaya bangsa Afrika. Tapi ya itu, bacanya harus sabar --seenggaknya buat gw-- karena "alur klimaks"-nya baru muncul pada Bab 13 ke belakang.

Oia, salah satu hal menarik dari novel ini adalah adanya glossary istilah kaum Ibo di halaman belakangnya, contohnya seperti ini :

*ogbanje : anak yang berulang-ulang kali meninggal dan kembali ke rahim ibunya untuk dilahirkan lagi, sehingga dianggap menyiksa ibunya. Apabila anak itu telah melakukan lingkaran kejahatannya sebanyak empat kali, maka dia harus dimutilasi untuk mencegahnya kembali lagi.

Happy reading! :)

1 comment:

  1. wuidih, beraaath kieee (^_^)v
    i prefer to buy a book one of a best seller tp yang tentang cinta2an kayanya, huahahaha..

    ReplyDelete

Related Posts with Thumbnails